Analisis framing merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat mengungkap rahasia dibalik sebuah perbedaaan bahkan pertentangan media dalam mengungkapkan fakta. Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai, dan dikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen-elemen tersebut bukan hanya bagian dari teknis jurnalistik, melainkan menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas politik, bagaimana media membangun, menyuguhkan, mempertahankan, dan mereproduksi, suatu peristiwa kepada pembacanya. Melalui analisis framing akan dapat diketahui siapa menendalikan siapa, siapa lawan siapa, mana kawan mana lawan, mana patron dan mana klien, siapa diuntungkan dan siapa dirugikan, siapa menindas dan siapa tertindas, dst. Kesimpulan-kesimpulan seperti ini sangat mungkin diperoleh karena analisis framing merupakan suatu seni-kreativitas yang memiliki kebebasan dalam menafsirkan realitas dengan menggunakan teori dan metodologi tertentu. Ada dua esensi utama dari analisis framing yaitu, Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai. Ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan mana yang tidak diliput.Kedua, bagaimana fakta ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat, dan gambar untuk mendukung gagasan.
- AKAR HISTORIS ANALISIS FRAMING.
Analisis framing sebagai suatu metode analisis isi media, terbilang baru. Ia berkembang terutama berkat pandangan kaum konstruksionisme. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Beger bersama Thomas Luckman, yang banyak menulis karya dan menghasilkan tesis mengenai konstruksi sosial dan realitas. Tesis utamadari Berger adalah manusia dan masyarakat adalah produk yang dialektis, dinamis, dan plural secara terus-menerus. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah tidak juga sesuatu yang diturunkan Tuhan, tetapi ia dibentuk dan direkonstruksi. Dengan pemahaman seperti itu, realitas berwajah ganda / plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Selain plural, konstruksi sosial juga bersifat dinamis. Sebagai hasil dari konstruksi sosial maka realitas dapat merupakan realitas subyektif dan realitas objektif. Realitas subyektif, menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antar individu dengan objek. Sedangkan realitas objektif, merupakan sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di luar atau dalam istilah Berger, tidak dapat kita tiadakan dengan angan-angan.
Berita dalam pandangan konstruksi sosial, bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Disini realitas bukan hanya dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam proses internalisasi wartawan dilanda oleh realitas. Realitas diamati oleh wartawan dan diserap dalam kesadaran wartawan. Dalam proses ekternalisasi, wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas. Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika tersebut.
Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat, yaitu pada tabel berikut:
Penilaian
|
Paradigma Konstruksionis
|
Paradigma Positivis
|
Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. | Fakta merupakan konstruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu. | Ada fakta yang “riil” yang diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku universal. |
Media adalah agen konstruksi. | Media sebagai agen konstruksi pesan. | Media sebagai saluran pesan. |
Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanyalah konstruksi dari realitas. | Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena berita yang terbentuk nerupakan konstruksi atas realitas. | Berita adalah cermin dan refleksi dari kenyataan. Karena itu, berita haruslah sama dan sebangun dengan fakta yang hendak diliput. |
Berita bersifat subyektif/konstruksi atas realitas. | Berita bersifat subyektif, opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subyektif. | Berita bersifat oyektif, menyingkirkan opini dan pandangan subyektif dari pembuat berita. |
Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas. | Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subyektifitas pelaku sosial. | Wartawan sebagai pelapor. |
Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita. | Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa. | Nilai, etika, opini, dan pilihan moral berada diluar proses peliputan berita. |
Etika, dan pilihan moral peneliti, menjadi bagian yang integral dalam penelitian. | Nilai, etika, dan pilihan moral bagian tak terpisahkan dari suatu penelitian. | Nilai, etika, dan pilihan moral harus berada di luar proses penelitian. |
Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. | Khalayak mempunyai penafsiran sendiri yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita. | Berita diterima sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembuat berita. |
Penilaian
|
Paradigma Konstruksionis
|
Paradigma Positivis
|
Tujuan penelitian: rekonstruksi realitas sosial | Rekonstruksi realitas sosial secara dialektis antara peneliti dengan pelaku sosial yang diteliti. | Eksplanasi, prediksi, dan kontrol. |
Peneliti sebagai fasilitator keragaman subyektifitas sosial. | Peneliti sebagai passionate participant, fasilitator yang menjembatani keragaman subyektifitas pelaku sosial. | Peneliti berperan sebagaidisinterested scientist. |
Makna suatu teks adalah hasil negosiasi antara teks dan peneliti. | Negosiasi; makna adalah hasil dari proses saling mempengaruhi antara teks dan pembaca. Makna bukan ditransmisikan, tetapi dinegosiasikan. | Transmisi; makna secara inheren ada dalam teks, dan ditransmisikan kepada pembaca. |
Penafsiran bagian yang tak terpisahkan dalam analisis. | Subyektif; penafsiran bagian tak terpisahkan dari penelitian teks. Bahkan dasar dari analisis teks. | Obyektif; analisis teks tidak boleh menyertakan penafsiran atau opini peneliti. |
Menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti— teks. | Reflektif/dialektik; menekankan empati dan interaksi dialektis antara peneliti—teks untuk merekonstruksi realitas yang diteliti melalui metode kualitatif. | Intervensionis; pengujian hipotesis dalam strukturhipoteticodeductive method.Melalui lab eksperimen atau survai eksplanatif, dengan analisis kuantitatif. |
Kualitas penelitian diukur dari otentisitas dan refleksivitas temuan. | Kriteria kualitas penelitian; otentisitas dan refleksivitas, sejauh mana temuan merupakan refleksi otentik dari realitas dihayati oleh para pelaku sosial. | Kriteria kualitas penelitian; obyektif, validitas, dan reliabilitas (internal dan eksternal). |
- LANDASAN TEORITIK ANALISIS FRAMING
- § Perspektif Komunikasi
- § Perspektif Sosiologi
- Perspektif Psikologi
- Perspektif Disiplin Ilmu Lain
- KONSEP ANALISIS FRAMING
- Gamson dan Modigliani
Berdasarkan konsepnya, Gamson mendefinisikan framing dalam dua pendekatan yaitu,
- Pendekatan kultural dalam level kultural, frame pertama-tama dapat dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana.
- Pendekatan psikologis dalam level individual, individu selalu bertindak atau mengambil keputusan secara sadar, rasional, dan intensional. Individu selalu menyertakan pengalaman hidup, wawasan sosial, dan kecenderungan psikologisnya dalam menginterpretasi pesan yang ia terima.
- Gitlin
Konsepsi framing dari para konstruksionis dalam literatur sosiologi ini memperkuat asumsi mengenai proses kognitif individual—penstrukturan representasi kognitif dan teori proses pengendalian informasi—dalam psikologi.
- Entman
- G.J. Aditjondro
Pada umumnya, terdapat tiga tindakan yang biasa dilakukan pekerja media massa, khususnya oleh komunikator massa, tatkala melakukan konstruksi realitas politik yang berujung pada pembentukan makna atau citra mengenai sebuah kekuatan politik, yaitu:
- Dalam hal pilihan kata (simbol) politik. Dalam komunikasi politik, para komunikator bertukar citra-citra atau makna-makna melelui lambang. Mereka saling menginterpretasikan pesan-pesan (simbol-simbol) politik yang diterimanya.
- Dalam melakukan pembingkaian (framing) peristiwa politik. Untuk kepentingan pemberitaan, komunikator massa seringkali hanya menyoroti hal-hal yang “penting” (mempunyai nilai berita) dari sebuah peristiwa politik. Ditambah pula dengan berbagai kepentingan, maka konstruksi realitas politik sangat ditentukan oleh siapa yang memiliki kepentingan (menarik keuntungan atau pihak mana yang diuntungkan) dengan berita tersebut.
- Menyediakan ruang atau waktu untuk sebuah peristiwa politik. Justru hanya jika media massa memberi tempat pada sebuah peristiwa politik, maka peristiwa akan memperoleh perhatian dari masyarakat. Semakin besar tempat yang diberikan semakin besar pula perhatian yang diberikan oleh khalayak. Pada konteks ini media massa memiliki fungsi agenda setter sebagaimana yang dikenal dengan teori Agenda Setting.
- PERBEDAAN KARAKTERISTIK ANALISIS FRAMING DENGAN ANALISIS WACANA KRITIS
ü Pusat perhatiannya adalah pembentukan pesan teks.
ü Melihat bagaimana pesan atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyampaikannya kepada khalayak pembaca.
ü Konstruksi makna cenderung bersifat simbolis, laten dan pervasif.
ü Teks berita mengandung sejumlah perangkat retoris yang akan berinteraksi dengan memori khalayak dalam proses konstruksi makna.
ü Tujuannya menangkap bentuk konstruksi media terhadap realitas yang disajikan sebagai berita.
ü Kajiannya mengkaji masalah sintaksis, semantik, skrip, tematik, retoris, skema, detail, nominalisasi antarkalimat, kata ganti leksikon, grafis, metafor, pengandaian, dsb.
Analisis Wacana Kritis:
ü Lebih menekankan pada pemaknaan teks yang mengandalkan interpretasi dan penafsiran peneliti. Setiap teks dimaknai secara berbeda dan ditafsirkan secara beragam.
ü Berpretensi memfokuskan pada pesan latent (tersembunyi). Makna suatu pesan tidak bisa hanya ditafsirkan sebagai apa yang tampak dalam teks, namun harus dianalisis dari makna yang tersembunyi.
ü Bukan hanya kata, atau aspek isi lainnya yang dikodekan, tetapi struktur wacana yang kompleks pun dapat dianalisis pada berbagai tingkatan deskripsi. Bahkan makna kalimat dan relasi koheren antarkalimat pun dipelajari.
ü Tidak berpretensi melakukan generalisasi dengan beberapa asumsi. Karena setiap peristiwa pada dasarnya selalu bersifat unik, karena itu tidak dapat diperlakukan prosedur yang sama yang diterapkan untuk isu dan kasus yang berbeda.
ü Tujuannya menggali bagaimana “pemakaian bahasa” dalam tuturan atau tulisan sebagai bentuk praktek sosial, termasuk di dalamnya praktek kekuasaan.
ü Kajiannya mengkaji wacana, ideologi, representasi, struktur, kognisi sosial, teks, konteks, dsb
- TEKNIK ANALISIS FRAMING
- Entman
- Identifikasi masalah (problem identification),
- Identifikasi penyebab masalah (causal interpretation),
- Evaluasi moral (moral evaluation),
- Penanggulangan masalah (treatment recommendation),
- Abrar
- Ketidaksesuaian sikap dan perilaku (cognitif dissonance)
- Empati (membentuk “pribadi khayal”
- Daya tarik yang melahirkan ketidakberdayaan (Packing)
- Menggabungkan kondisi, kebijakan, dan objek yang sedang aktual dengan fokus berita (Asosiasi)
ü Judul berita di-framing dengan menggunakan teknik empati yaitu menciptakan “pribadi khayal” dalam diri khalayak, sementara khalayak diangankan menempatkan diri mereka seperti korban kekerasan atau keluarga dari korban kekerasan, sehingga mereka bisa merasakan kepedihan yang luar biasa.
ü Fokus berita di-framing dengan menggunakan teknik asosiasi, yaitu menggabungkan kebijakan aktual dengan fokus brita. Kebijakan yang dimaksud adalah penghormatan terhadap perempuan. Untuk itu, wartawan perlu mengetahui secara persis kondisi riil pencegahan kekerasan terhadap perempuan.
ü Penutup berita di-framing dengan menggunakan teknik packing, yaitu menjadikan khalayak tidak berdaya untuk menolak ajakan yang dikandung berita. Sebab mereka tidak berdaya sama sekali untuk membantah kebenaran yang direkonstruksikan berita.
- Gamson
- Level Kultural
- Level Individu
- EFEK FRAMING
- Menonjolkan Aspek Tertentu-Mengaburkan Aspek Lain
- Menampilkan Sisi Tertentu-Melupakan Sisi Lain
- Menampilkan Aktor Tertentu-Menyembunyikan Aktor
- A. Mobilisasi Massa
- B. Menggiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu
- MODEL-MODEL ANALISIS FRAMING
Mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing yaitu, sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita—kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu—ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.
KERANGKA FRAMING PAN DAN KOSICKI
STRUKTUR |
PERANGKAT FRAMING
|
UNIT YANG DIAMATI
|
SINTAKSISCara wartawan menyusun fakta | 1. Skema berita | Headline, lead, latar informasi, kutipan, sumber, pernyataan, penutup |
SKRIPCara wartawan mengisahkan fakta | 2. Kelengkapan berita | 5W+1H |
TEMATIKCara wartawan menulis fakta |
| Paragraf, proposisi |
RETORISCara wartawan menekankan fakta |
| Kata, idiom, gambar/foto, grafik |
Didasarkan pada pendekatan konstruksionis yang melihat representasi media—berita dan artikel, terdiri atas package interaktif yang mengandung makna tertentu. Di dalam package ini terdapat dua struktur, yaitu core frame dan condesnsing symbols. Struktur pertama merupakan pusat organisasi elemen-elemen ide yang membantu komunikator untuk menunjukkan substansi isu yang tengah dibicarakan. Sedangkan struktur yang kedua mengandung dua substruktur, yaitu framing devices dan reasoning devices. Frame merupakan inti sebuah unit besar wacana publik yang disebut package. Framing analysis yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami wacana media sebagai satu gugusan perspektif interpretasi (interpretatitif package) saat mengkonstruksi dan memberi makna suatu isu.
- Core Frame (gagasan sentral)
- Condensing Symbol
Struktur framing devices yang mencakup metaphors, exemplars, catchphrases, depictions, dan visual images menekankan aspek bagaimana “melihat” suatu isu.
- Metaphors
- Exemplars
- Catchpharases
- Depictions
- Visual Images
Struktur reasoning devices menekankan aspek pembenaran terhadap cara “melihat” isu, yakni roots (analisis kausal) dan appeals to principle (klaim moral).
- Roots (analisis kausal)
- Appeal to Principle (klaim moral)
Pemikiran, prinsip, klaim moral sebagai argumentasi pembenar membangun berita, berupa pepatah, cerita rakyat, mitos, doktrin, ajaran, dan sejenisnya. Appeal to principle yang apriori, dogmatis, simplistik, dan monokausal (nonlogis) bertujuan membuat khalayak tak berdaya menyanggah argumentasi. Fokusnya, memanipulasi emosi agar mengarah ke sifat, waktu, tempat, cara tertentu, serta membuatnya tertutup/keras dari bentuk penalaran lain.
v Murray EdelmanApa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan mengkonstruksi/menafsirkan realitas. Edelman mensejajarkan framing sebagai kategorisasi pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Salah satu gagasan utama dari Edelman ialah dapat mengarahkan pandangan khalayak akan suatu isu dan membentuk pengertian mereka akan suatu isu. Elemen penting dalam melihat suatu peristiwa ialah bagaimana orang membuat kategorisasi atas suatu peristiwa melalui kategorisasi hendak ke mana sebuah peristiwa diarahkan dan dijelaskan.
- Kategorisasi
- Kesalahan Kategorisasi
- Rubrikasi
- Kategorisasi dan Ideologi
v Robert N Entman
Konsep framing oleh Entman untuk menggambarkan proses seleksi dan penonjolan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang dianggap penting atau ditonjolkan oleh pembuat teks. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek- aspek tertentu dari realitas atau isu. Dalam prakteknyaframing dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain. Serta menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai stategi wacana, misalnya isu ditempatkan pada headline depan, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, dan pemakaian label tertentu dan lain sebagainya. Perangkat framing dapat digambarkan sebagai berikut:
Seleksi isu | Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta dari realitas yang kompleks dan beragam, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan? |
Penonjolan aspek tertentu dari isu | Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa atau isu tersebut telah dipilih, bagaiman aspek tersebut ditulis? Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan pada khalayak. |
Define problems(pendefinisain masalah) | Bagaimana suatu peristiwa / isu dilihat ? sebagai apa? Atau sebagai masalah apa? |
Diagnose causes(memperkirakan masalah atau sumber masalah) | Sebagai penyebab dari suatu masalah, siapa atau aktor yang dianggap sebagai penyebab mereka? |
Make moral judgement(membuat keputusan moral) | Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan? |
Treatment recomendation(menekankan penyelesaian) | Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/ isu ? jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah |
- PERBANDINGAN DAN KEISTIMEWAAN MODEL-MODEL ANALISIS FRAMING
Perbandingan di antara model-model tersebut diantaranya; model Entman dan Edelman, tidak merinci secara detil elemen retoris. Meskipun dalam tingkatan analisisnya mereka menunjukkan bagaimana kata, kalimat atau gambar dapat dianalisis sebagai bagian integral memahami frame, tetapi mereka tidak mengajukan gambaran detail mengenai elemen retoris tersebut. Model mereka terutama bergerak pada level bagaimana peristiwa dipahami dan bagaimana pemilihan fakta yang dilakukan oleh media.
Model dan Pan dan Kosicki, disertakan dalam unit analisis mereka apa saja elemen retoris yang perlu diperhatikan untuk menunjukkan perangkat framing. Model Gamson yang banyak ditekankan adalah penandaan dalam bentuk simbolik baik lewat kiasan maupun retorika yang secara tidak langsung mengarahkan perhatian khalayak. Model Pan dan Kosicki banyak diadaptasi pendekatan linguistik dengan memasukkan elemen seperti pemakaian kata, menulis struktur dan bentuk kalimat yang mengarahkan bagaiman peristiwa dibingkai media.
Makro struktural | Mikro struktural | Retoris | |
Murray Edelman | v | v | |
Robert N Entman | v | v | |
William Gamson | v | v | v |
Zhong dang Pan dan Gerald M Kosicki | v | v | v |
DAFTAR PUSTAKA
Eriyanto. 2002. Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta.
Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Remaja Rosdakarya. Bandung.
lengkap bgt dan lebih jelas pemaparannya. terimakasih banyak! :))
ReplyDelete